Selasa, 23 Juli 2013

Pendidikan Berkualitas Murah Meriah, mungkinkah ?
Drs. H. Tamtomo Utamapati, MP.d
Pengamat Pendidikan




    Desentralisasi pendidikan  menuntut kepala sekolah agar berperilaku kritis, kreatif, obyektif serta inovatif dalam meningkatkan kualitas pendidikan ( terutama lembaga Swasta yang dananya dari masyarakat ).
    Kritis dapat diartikan kritis terhadap kebutuhan siswa dalam upaya peningkatan mutu, kreatif dapat diartikan mempunyai daya cipta yang handal terhadap  upaya peningkatan mutu pendidikan, obyektif dapat diartikan dalam menangani segala permasalahan berorientasi pada kepentingan banyak orang, sedangkan inovasi adalah merupakan upaya kepala sekolah sebagai manajer untuk mengadakan pembaharuan dalam upaya peningkatan pembelajaran secara maksimal. Kepala sekolah sebagai manajer haruslah mengadakan prediksi terhadap lembaga yang dipimpinnya untuk dapat meningkatkan kualitas: siswa, guru dan sarana belajar dengan mengantisipasi perubahan, memahami dan mengatasi situasi, mengakomodasi dan mengorientasikan kembali upaya peningkatan mutu. Disamping itu haruslah berorientasi pada tantangan dunia kerja yang dinamis dan kompetitif.
    Peningkatkan kualitas pendidikan adalah  merupakan pekerjaan yang paling berat bagi kepala sekolah sebagai garda terdepan dalam dunia pendidikan, apalagi dengan dana yang murah meriah. Masyarakat sebagai penyandang dana selama ini jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Kesan yang tampak komite sekolah adalah kepanjangan tangan kepala sekolah dalam pengumpulan dana. Padahal dana yang masuk seharusnya dititik beratkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi siswa, bukan  untuk peningkatan sarana belajar yang terkadang masih dimanfaatkan untuk kepentingan diluar program peningkatan mutu.
    Beberapa komponen peningkatan mutu, diantaranya: Keterlibatan total dari semua personal pendidikan yang tidak mengenal akhir dengan proses berkesinambungan dan  memerlukan kepemimpinan dari semua personal pendidikan.
    Keyakinan pokok yang menghalangi upaya penciptaan mutu  adalah banyaknya profesional pendidikan yang meyakini bahwa mutu pendidikan bergantung pada besarnya dana yang dialokasikan.  Dengan dasar inilah masyarakat sebagai kostumer menjadi ” Sapi Perahan ” untuk mendanai keberlangsungan pendidikan. Anggapan bahwa lebih banyak uang yang diinvestasikan dalam pendidikan, maka lebih tinggi juga mutu pendidikannya. Yang perlu dipertanyakan adalah apakah semua sekolah yang menaikkan dana pendidikan sudah mengadakan penelitian dengan kenaikan dana pendidikan, bisa menjamin peningkatan kualitas pendidikannya?.
    Salah satu tolok ukur yang sangat sederhana dalam merumuskan pendidikan berkualitas adalah kepercayaan masyarakat terhadap mutu lulusannya, baik dalam hal pendidikan lanjut dan dunia kerja. Sebagai bahan acuan untuk mengetahui bahwa sekolah itu bermutu diantaranya adalah berfokus pada kostumer ( pertemuan dengan orang tua murid ), keterlibatan total ( melibatkan sekolah, orang tua dan pihak pengusaha sebagai penyandang dana ),  pengukuran ( evaluasi dari semua komponen yang terlibat dalam proses ) dan tak kalah pentingnya adalah mengadakan perbaikan berkelanjutan tanpa henti- hentinya dengan bermodalkan kejujuran dan keterbukaan dengan orang tua murid serta masyarakat pengguna. Hal inilah yang harus diperjuangkan dan dipertahankan oleh kepala sekolah sebagai manajer dalam bidang pendidikan.
    Salah satu contoh upaya menciptakan pendidikan murah meriah, guru harus terbuka dengan pembaharuan, misalnya dengan membuat rangkuman garis besar materi  dari berbagai sumber untuk muridnya, guna mengurangi dana pembelian buku yang merupakan keluhan bagi para orang tua.
    Sudah siapkah lembaga pendidikan dengan adanya pelaksanaan kurikulum 2013 menjadikan lembaga pendidikan yang betul – betul memenuhi kebutuhan masyarakat yang berorientasi pada pendidikan murah meriah?. Ini dapat diartikan tidak ada keluhan dari masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk memasukkan anaknya menjadi siswa di lembaga pendidikan tersebut. Tantangan terberat bagi lembaga pendidikan swasta yang sumbernya berasal dari orang tua siswa/ masyarakat adalah menciptakan pendidikan yang murah namun berkualitas, sehingga tidak ada lagi anak Indonesia usia sekolah yang tidak sekolah. Kewajiban dari Dinas Pendidikan Kota Surabaya yang mewajibkan semua sekolah ( baik negeri maupun swasta ) untuk menerima maksimal 5 % dari golongan siswa yang tidak mampu adalah merupakan setitik program menuju pendidikan murah meriah yang sasarannya kedepan adalah menciptakan pendidikan murah meriah tapi berkualitas.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar